DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI - DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI - DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI

Jumat, 25 Maret 2016

Khutbah Jumat : Pondasi Pendidikan berawal dari Keluarga

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَنَا بِاْلهُدَى وَالأَوْلاَدِ وَاَّلذِيْ أَرْحَمَنَا بِاْلمَغْفِرَةِ وَاْلأَبْنَاءِ ، أَشْهَدُ أنْ لاإلهَ إلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَسُبْحَانَ الَّذِيْ أَفْضَلَنَا عَلىَ سَائِرِ مَخْلُوْقَاتِهِ ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أُرْسِلَ إلَى جَمِيْعِ أُمَّتِهِ ، أللّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يَتَمَسَّكُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَدِيْنِهِ، أمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ : وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْناَ لِلُمُتَّقِيْنَ إِمَامًا

Hadirin sidang jumah rohimakumullah
Tak henti-hentinya,..... marilah kita bersama-sama berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah swt. karena hanya ketakwaan kepada Allah semata yang dapat menjamin ketenteraman hidup kita selama di dunia hingga di kehidupan akhirat kelak. Dan hanya dengan keimanan dan ketakwaanlah kita layak berharap mendapatkan rahmat dari-Nya. Iman adalah landasan utama, sedangkan takwa adalah implementasi dari iman itu sendiri. Meskipun banyak saudara-saudara kita yang menyepelekan, atau bahkan mengabaikan iman dan takwanya kepada sang Khalik. Betapa tidak,.... mereka memang hidup dan ditempa dengan pendidikan yang kurang mengedepankan aspek keimanan dan ketakwaan. Dan bahkan banyak diantara mereka yang hidup pada kalangan masyarakat yang berorientasi pada harta dan kedudukan duniawi semata.
Hadirin rohimakumullah,....
Rasulullah telah menganjurkan kita sebagai umatnya untuk melangsungkan pernikahan. Dan pernikahan memang merupakan satu aturan resmi untuk menyalurkan kebutuhan biologis manusia, dan juga sebagai ikatan kehormatan bagi kita untuk meneruskan nasab dan keturunan. Coba bayangkan andai saja tidak ada aturan pernikahan di dunia ini, atau misalnya agama melarang kita untuk menikah, bagaimana jadinya dengan kelangsungan kehidupan di dunia ini.
Namun demikian, ada yang harus kita sadari bersama, bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah berharap diberikan keturunan, yang nantinya akan menjadi pengganti kholifah di bumi ini setelah orang tuanya tiada. Hampir tidak ada orang menikah tetapi tidak berharap diberikan keturunan. Bahkan rasulullah menganjurkan kepada kita untuk menikahi wanita-wanita yang dapat melahirkan keturunan (tentu tanpa harus menghinakan wanita yang tidak mendapat kesempatan untuk melahirkan). Sabda rasulullah :
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Nikahilah wanita yang al-wadud dan al-walud, karena sesungguhnya aku berbangga di hadapan para nabi dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat.”
Hadirin rahimakumullah,.....
Rasulullah bangga dengan jumlah umatnya yang banyak, tetapi hal ini tentu harus kita kaji lebih mendalam lagi. Umat yang banyak tidak harus identik dengan jumlah anak yang banyak, sehingga kita tidak perlu berlomba-lomba atau bertanding dengan banyaknya anak. Tetapi kita harus berusaha menciptakan umat yang berkualitas tinggi dari anak-anak kita itu. Anak-anak sebagai amanat Allah dititipkan kepada kita untuk dirawat, dibesarkan, dan diberikan pendidikan (baik pendidikan yang berbasis duniawi, lebih-lebih pendidikan agama islam yang akan menjadi bekal baginya ketika menghadap ilahi robbi). Rasulullah saw pernah bersabda :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِ أوْ يُنَصِّرَانِ أوْ يُمَجُّسَانِ
Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya (keadaan suci). Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini berarti bahwa orang tua sangat berperan besar dalam menentukan masa depan anaknya. Dia akan menjadi orang beriman, atau menjadi orang Yahudi, Nasrani atau Majusi sangat tergantung dengan pendidikan dari orang tuanya. Dia akan menjadi pejabat, pegawai, pengusaha, wiraswasta, petani, buruh, pengemis, atau bahkan dia akan menjadi gelandangan juga tergantung bagaimana orang tuanya merancang pendidikan bagi anaknya tersebut. Dan harus kita sadari bersama bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan dari keluarga adalah pondasi dan tonggak utama dari pendidikan-pendidikan selanjutnya. Sehingga suasana kehidupan keluarga kita harus kita ciptakan sebagai tempat belajar yang baik bagi anak-anak. Hal ini berarti bahwa setiap gerak-gerik, perilaku dan ucapan seluruh anggota keluarga tidak boleh lepas dari misi pendidikan. Dengan demikian insya allah akan terbentuk generasi anak-anak sholeh/sholehah yang akan menjadi kebanggaan dan perhiasan bagi orang tuanya. Sebagaimana firman Allah :
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi: 46)
Sidang jamaah jumah rohima kumullah,...
Dengan berbekal pondasi pendidikan keluarga yang kuat, maka akan lebih mudah bagi kita untuk memilihkan pendidikan selanjutnya. Baik pendidikan non formal (misalnya TPA, kelompok-kelompok pengajian Al-qur’an, kelompok kesenian, dan lain-lain) maupun pendidikan formal berupa sekolah, madrasah, ataupun pondok pesantren, dan lain-lain. Tetapi satu hal yang harus kita ingat bahwa apapun bentuk pendidikannya, harus kita yakinkan bahwa misi dan orientasinya adalah iman dan takwa. Boleh saja mengejar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk bekal kehidupan dunia, tetapi ingatlah bahwa sebaik-baik bekal adalah takwa.
Sebagaimana firman Allah :
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ الَّتقْوَى وَاتَّقُوْنِ يَا أُولِي اْلألْبَابِ
Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” (QS. al-Baqarah : 197)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ, لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar