Banyuasin, 30 Juli 2013
Jalan Palembang Tanjung Api-Api adalah satu-satunya akses menuju Pelabuhan Samudra Tanjung Api-Api yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Pembangunan jalan dan pelabuhan ini menelan biaya yang tidak sedikit. Apabila dananya digunakan untuk membangun sebuah desa terpencil, maka desa itu pasti akan menjadi desa maju yang lengkap sarana prasarana dan fasilitasnya.
Jalan Palembang Tanjung Api-Api adalah satu-satunya akses menuju Pelabuhan Samudra Tanjung Api-Api yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Pembangunan jalan dan pelabuhan ini menelan biaya yang tidak sedikit. Apabila dananya digunakan untuk membangun sebuah desa terpencil, maka desa itu pasti akan menjadi desa maju yang lengkap sarana prasarana dan fasilitasnya.
Pembangunan yang belum mencapai
finish tersebut, sudah banyak mengalami kerusakan. Pada beberapa ruas jalan
banyak yang berlubang dan hancur, terutama antara Desa Gasing dan Jalur 19.
Sepanjang jalan ini nyaris tidak ada bagian jalan yang utuh. Cor betonnya sudah
hancur, sehingga ketika musim kering menimbulkan debu yang menutupi pandangan
mata. Dan ketika hujan, menjadi tempat genangan-genangan air.
Kondisi yang memprihatinkan ini
menggugah hati warga di sekitar jalan tersebut untuk meluangkan waktu dan
mencurahkan tenaganya guna berusaha menimbun lubang di jalan sepanjang ± 5 km
tersebut dengan tanah. Dengan peralatan yang seadanya (cangkul dan
karung/keranjang) mereka bekerja di bawah terik matahari yang penuh debu
jalanan, atau ditengah guyuran hujan dan semburan lumpur jalan yang dilewati
roda kendaraan. Memang,........... hasil dari pekerjaannya tidak begitu
berarti. Pekerjaan mereka dalam seminggu, akan hilang hanya dalam waktu
sekejap. Apalagi jika turun hujan, tanah timbunan mereka yang terkena air hujan
akan terbuang oleh roda kendaraan-kendaraan bertonase besar.
Apakah mereka
menyerah..........??????????
Tidak,....... mereka tidak pernah
menyerah. Mereka tetap akan bekerja, bekerja dan bekerja lagi. Bahkan dalam
hati mereka berdoa memohon, “Pak Menteri, Pak Gubernur, tolong jangan dipikir dulu
jalan ini. Biarlah kami yang memperbaikinya.”
Ada apa dengan mereka ? Mengapa
mereka begitu giat memperbaiki jalan yang rusak tersebut ? Apa yang mereka
harapkan ?
Ternyata,...................!!!!!
Doc. 29 Juli 2013 |
Disamping mereka memperbaiki
jalan, ada satu diantara mereka yang sengaja berdiri di tengah jalan sambil
membawa baskom / ember. Mereka berharap belas kasihan dari para sopir kendaraan
yang melintas. Terlihat beberapa sopir memberikan lembaran uang rupiah, ada
yang seribuan, dua ribuan bahkan lima atau sepuluh ribuan. Tuluskah mereka
bekerja ?? Ikhlaskah para sopir memberi imbalan? Sepadankah uang yang mereka
terima dengan hasil kerjanya ? Sungguh ironis sekali. Beginikah cara pemerintah
menciptakan lapangan kerja baru bagi rakyatnya ?
Yang lebih memprihatinkan ,....
diantara pekerja itu ternyata adalah anak-anak usia sekolah yang seharusnya
sedang membaca buku pelajaran, mengerjakan tugas sekolah, atau bahkan bermain
bersama teman-teman sebayanya. Ditengah terik matahari Ramadhan 1434 H, mereka
mengorbankan waktu bahkan puasanya. Mereka relakan semuanya untuk mengambil
alih pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Andaikan baskom/ember
itu tidak berada ditangannya, dan mereka mengerjakan itu dengan ikhlas, pasti tidak
akan ada orang yang beranggapan miring terhadap mereka.
(Analisa sebuah realita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar