DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI - DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI - DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI

Kamis, 16 April 2015

Khutbah Jumat : BERPRASANGKA BURUK

اِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِااللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّهُمَّ صَلِّى عَلىَ مُحَمَّد وَعَلَى آلِهِ وَصَحـْبِهِ اَجْمَعِيْنَ.
إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُونَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ, وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً, وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ, إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
قال الله تعالى : ]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ, إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ, وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ, وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ[
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat yang beriman untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah azza wajalla. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berusaha untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah swt. yaitu ketaqwaan yang mampu mendorong terbentuknya hubungan yang baik antara kita sebagai makhluk dengan Allah sebagai sang kholik, dan juga antara kita sesama makhluk. Dengan hubungan yang baik ini tentu diharapkan akan dapat membawa kita untuk mencapai keselamatan, baik semasa hidup di dunia ini maupun hingga di kehidupan akhirat kelak.
Hadirin sidang jumat yang dirahmati Allah swt.
Dalam kaitan dengan hubungan terhadap sesama manusia, tidak jarang terjadi batu sandungan yang dapat merusak keharmonisannya. Satu diantaranya adalah kebiasaan berprasangka buruk.
Di dalam bahasa Arab prasangka buruk disebut su’uzhan, artinya berfikiran negatif terhadap Allah dan Rasul-Nya dan juga menyangka yang tidak baik serta curiga kepada orang lain tanpa alasan. Ketika melihat tetangganya sukses, muncul dugaan bahwa dia mendapatkannya dengan cara yang tidak halal. Ketika melihat orang lain rajin beribadah kepada Allah, dianggap bahwa ibadahnya semata-mata untuk dipuji oleh orang lain. Jika diajak untuk bersedekah, muncul kekhawatiran kalau tidak disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Dan lain sebagainya, intinya setiap diajak atau melihat kebaikan, dia selalu memandang dari sisi negatifnya.
Tetapi jika dibiarkan atau tidak diajak untuk berbuat apa-apa, dia juga akan beranggapan bahwa dia telah dikucilkan, tidak dianggap lagi, bahkan ketika dirinya ditimpa kemalangan, dia akan menganggap orang lain sebagai penyebabnya, dan fikiran-fikiran negatif lainnya. Tidak pernah dia memandang sesuatu dari sisi positifnya. Kebiasaan seperti ini merupakan sebagian dari penyakit hati yang sering menyerang kita.
Padahal, Allah secara nyata melarang adanya prasangka buruk (suudhon) tersebut. Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-hujurrat ayat 12 pada muqodimah di atas, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari berprasangka (kecurigaan), Karena sebagian dari berprasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
Ayat diatas berisi seruan bagi kaum muslimin untuk saling menjaga harga diri dan tidak memberikan peluang sedikitpun bagi prasangka buruk bercokol dalam hati. Seorang mukmin tidak pantas merobek-robek harga diri dan kehormatan orang lain hanya karena sebuah prasangka atau issu yang beredar. 
Prasangka buruk memang sering menjadi penyebab retaknya hubungan silaturahmi antar sesama kita. Banyak rumah tangga yang tidak mencapai tataran sakinah, mawadah warohmah yang diakibatkan adanya kecurigaan salah satu pasangan suami istri. Kerukunan hidup dalam bertetangga juga sering rusak oleh adanya prasangka negatif antar sesama tetangga.
Bahkan pada tingkatan yang lebih luas lagi, kehidupan bernegara saat ini jauh dari harapan kita untuk hidup makmur, sejahtera dan merasakan tegaknya keadilan. Hal ini disebabkan kurangnya rasa saling percaya antar sesama, antara rakyat dengan pemimpinnya, bahkan kurangnya kepercayaan antar sesama penegak hukum dan penyelenggara negara.
Oleh karena itu, untuk mencapai kerukunan dan ketenteraman dalam pergaulan hidup kita, maka jangan pernah memberi kesempatan atau bahkan memelihara sifat buruk sangka ini berkembang dalam diri kita. Rasulullah melarang kita berprasangka, karena prasangka itu lebih dusta dari pembicaraan. Dalam sebuah Hadits Rasulullah Saw bersabda :

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
 إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث )متفق عليه(
Artinya : “Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasululloh.” Jauhkanlah diri kamu daripada sifat berprasangka (buruk) karena berprasangka (buruk) itu sedusta-dusta pembicaraan, (hati)”. (HR. Muttafaq Alaih)
Memang kita tidak mungkin terhindar dari peluang bernuruk sangka dan informasi tentang aib atau keburukan orang lain. Namun dalam hal demikian, tidak selayaknya kita begitu saja mempercayainya. Apalagi kita lalu menghakimi secara sepihak, bahkan kemudian menyebarkan kecurigaan kita itu kepada orang lain.  Sebagai orang yang beriman, hendaknya kita pandai memilah dan memilih setiap informasi yang kita terima, sehingga kita tidak terjerumus ke dalam kecurigaan semata. Allah swt. melarang kita mempercayai dan mengikuti sesuatu yang kita sendiri belum mengetahui yang sebenarnya, sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Isra’ ayat 36 :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.
Ma’a syirol muslimin rohimakumullah,
Apapun yang kita dengar, kita lihat, dan yang terbersit dalam hati kita, kita harus dapat mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah swt. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berusaha membiasakan diri berbaik sangka, baik kepada sesama, kepada diri sendiri, apalagi kepada Allah swt. Dengan membiasakan diri berbaik sangka, insya allah sifat prasangka buruk (suudhon) tidak akan lagi hinggap di dalam hati kita. Semoga Allah meridhoi kita.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ, لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Jumat, 10 April 2015

Khutbah Jumat : ISTIGHFAR ADALAH KUNCI PEMBUKA RIZKI DAN KEBERKAHAN

Bacaan khutbah Jum’at  Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ, وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا, وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

Iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan kekal setelah kehidupan dunia ini, oleh karena itu marilah tak henti-hentinya kita berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Taqwa dalam arti yang sesungguhnya, dan keimanan yang mampu menjadi kendali atas sikap dan perbuatan kita, sehingga kita tidak hanya semata-mata disibukkan dengan urusan duniawi semata.

Sidang jum’at rahimakumullah...

Diantara beberapa perkara yang menyibukkan hati, fikiran bahkan menyita sebagian besar waktu manusia adalah mencari rizki. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk mendapatkan rizki yang halal sebagai bekal kehidupannya didunia ini, mulai dari buruh hingga majikan, pegawai hingga pejabat, guru, pedagang, petani, pekebun, nelayan, sopir, polisi, tentara, dan lain-sebagainya. Upaya kita untuk mendapatkan rizki dari Allah tersebut sering kali membuat kita lupa bahwa selain bekal kehidupan dunia masih ada bekal akherat yang harus juga diupayakan, sehingga dalam upaya mencari rizki Allah tersebut kita tidak boleh meninggalkan syari’at islam. Tuntunan agama yang Allah berikan melalui para Nabi dan rasul-Nya bukanlah semata-mata mengatur syariat yang merupakan panduan untuk ummat manusia didalam perkara-perkara kebahagiaan akhirat saja. Akan tetapi Allah juga menurunkan agama ini
sebagai syariat untuk mengatur manusia di dalam urusan kehidupan serta kebahagiaan mereka didunia.

          Sebagaimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiallaahu anhu , ia berkata:

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ : رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Sesungguhnya do’a yang sering diucapkan Nabi adalah, “Wahai Tuhan Kami’ karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka”. (Shahihul Al-Bukhari).

Hal ini menunjukkan bahwa didalam upaya kita untuk mencapai kebahagiaan dunia, tidak boleh lupa dengan kebahagiaan akhirat.

Ma'asyirol Muslimin jama’ah jumah rohimakumullah,....

          Allah dan Rasul-Nya tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dan berada dalam kegelapan serta keraguan dalam usaha mencari penghidupan. Sehingga dalam upaya mendapatkan rizki dari Allah swt. ada aturan-aturan yang tidak boleh kita tinggalkan.  Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi.

          Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki oleh Allah adalah istighfar (memohon ampun) dan taubat kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya:

 “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu.” (Nuh: 10-12)

Istighfar adalah ucapan meminta ampun kepada Allah yang disertai dengan pembenaran dalam hati dan terwujudkan dalam perbuatan anggota badan. Sedangkan makna taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, bertekad bulat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai gantinya). Jika keempat hal itu telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.

Imam An-Nawawi menjelaskan: “Para ulama berkata. ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:
1.      Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.
2.      Ia harus menyesali perbuatan (maksiat) nya. 
3.      Ia harus memantapkan hati untuk tidak mengulanginya lagi.

          Jika salah satu syarat hilang, maka tidak sah dan sia-sialah taubatnya.

          Tetapi jika taubatnya berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas dan ditambah satu lagi membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain tersebut. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikannya, jika berupa hukuman atau sanksi maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Kemudian di ayat yang lain Allah menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.
 وَيٰقَوْمِ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوْبُوْا اِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَآءِ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً اِلٰى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِيْنَ
Dan (Dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa."

          Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintah-kan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaanya.

          Dan pada surat Hud di ayat yang lain Allah juga berfirman:
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya (jika kamu mengerjakan yang demikian (niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Hud: 3)

          Imam Al-Qurthubi mengatakan:”Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.”

Ma'asyirol Muslimin A’azza kumullah ...

          Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:

مَنْ أَكْثَرَ اْلاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.

 “Barang siapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (Al-Mustadrak, 4/262) dan Syaikh Ahmad Muhammad Syaikh (Hamisy Al-Musnad, 4/55)

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Dalam hadist yang mulia ini, Nabi menggambarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Esa, Yang memiliki kekuatan akan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak pernah diharapkan serta tidak pernah terbersit dalam hati.

          Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaklah kita selalu waspada dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan dan perbuatanm para pendusta. Semoga kita diberikan kemudahan dalam setiap usaha mencari rizki dari Allah serta diberikan berkah dalam setiap rizki kita, amiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.




Khutbah kedua.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لله رب العالمين.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.