PENDIDIKAN
DAN PERUBAHAN SOSIAL
A. PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia
yang berkepribadian yang kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Secara spesifik,
dengan pendidikan peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga dapat tercipta Sumber Daya
Manusia yang berkualitas. Pendidikan sangat mempengaruhi proses perubahan
sosial suatu individu dalam bermasyarakat dan akhirnya pendidikan akan dapat
membangun bangsa dan negara dengan segala peradabannya.
Di
era globalsasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat.
Ekonomi mengalami pasang surut
berganti-ganti sulit diprediksi. Kontelasi kekuasaan politik juga berubah-ubah.
Kita sudah tidak lagi hidup dengan anggapan lama yaitu tentang dunia yang
teratur dan harmonis, melainkan hidup dalam tidak keteraturan dan kecenderungan
mengedepankan kepentingan individu dan
golongan. Jadi hal semacam hanya dapat diatasi oleh orang-orang yang pikirannya
terbuka dan orang yang selalu belajar untuk hal-hal baru.
Pendidikan
bukanlah untuk menciptakan orang-orang yang siap pakai. Generasi yang
diharapkan terbentuk dari suatu sistem pendidikan bukanlah generasi yang siap
bekerja sebagaimana misi sekolah kejuruan. Pendidikan harus mampu membekali
peserta didiknya untuk menjadi generasi yang siap menghadapi segala bentuk
perubahan, serta generasi yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Bahkan
pendidikan harus memapu menjadi agent of change yaitu suatu perantara
terhadap adanya perubahan kultur dan budaya.
Dengan
demikian, sekolah di tingkat manapun yang tetap menjalankan pendidikan dengan
orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak akan berhasil untuk mengemban misi
sebagai agent of change tetapi
sekedar consumer of change dalam
mengantisipasi masa depan (menuju masyarakat modern).
B. PENDIDIKAN
Pendidikan adalah
serangkaian kegiatan komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan
menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak
seutuhnya.
Pendidikan
sering disebut ilmu normatif, yaitu ilmu yang mendiskripsikan, menjelaskan dan
memberitahukan kepada orang lain untuk mencapai sesuatu yang ideal. Pendidikan
mempunyai beberapa unsur dasar aktivitas pendidikan, yaitu :
1. Yang mendidik dan yang menerima pendidikan,
maksudnya pendidikan akan terlaksana jika ada orang yang memberikan didikan
yang baik kepada orang lain baik sengaja maupun tidak sengaja, dan orang lain
itu menerimanya.
2. Pendidikan bertujuan yang baik, yaitu perkembangan kepentingan yang menerima agar
anak pandai, cerdas, toleransi, berkepribadian, dan luhur serta ahli dalam
berbagai bidang.
3. Cara atau jalan yang baik artinya, baik dalam
cara atau jalan yang menerima (subyek-didik) dan dapat pula terkait pada
hakikat yang, memberi (pendidik) serta yang diterima (didikan) pada hal-hal
yang baik.
4. Konteks yang positif artinya, sustu konteks
yang berupaya menyisihkan negatif merubahnya menjadi posisitif.
Dari
unsur-unsur tersebut dapat dirumuskan pendidikan sebagai aktivitas interaksi
antara pendidik dan subyek didik untuk mencapai tujuan yang baik dengan cara
baik dalam konteks hal yang positif.
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal 1 telah ditetapkan bahwa ”Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
C. PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan
sosial adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang
masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman
mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari
perubahan.
Perubahan
sosial terjadi karena beberapa faktor, di antaranya komunikasi;
cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah
penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan
faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan
pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
Ada
pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang
intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain, perkembangan IPTEK yang
lambat, sifat masyarakat yang sangat tradisional, ada kepentingan-kepentingan yang tertanam
dengan kuat dalam masyarakat, prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru,
rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan,
hambatan ideologis,
dan pengaruh adat
atau kebiasaan.[1]
Manusia
adalah faktor utama terjadinya sebuah perubahan. Pada dasarnya, manusia tak
lepas dari perkembangan individu baik karena pergumulan/interaksi antar sesama
maupun proses belajar atau pun mengajar. Contohnya: ketika kita mengenal komputer, maka kita
gunakan komputer sebagai alat menulis yang sebelumnya menggunakan mesin ketik
manual. Dalam hal ini terjadi perubahan seseorang setelah dia mengenal komputer
dia meninggalkan mesin ketik manual.
1. Teori-teori
Perubahan Sosial
·
Linear Theory:
melalui tahapan-tahapan (stage) dan selalu menuju ke depan; misalnya adanya
perubahan masyarakat, dari masyarakat buta huruf menjadi masyarakat melek
huruf.
·
Spiralic Theory:
melalui pengulangan-pengulangan diiringi kematangan didalamnya; misalnya
pandangan masyarakat dalam berpolitik dengan sistem multipartai.
·
Cyclical Theory:
melalui putaran panjang yang pada suatu saat menemukan track yang pernah
dilalui; misalnya kembalinya masyarakat Barat kepada hal-hal yang natural dalam
pengobatan, keyakinan, dsb.
·
Teori Historis:
Kemajuan masyarakat mengacu masyarakat maju berdasar jamannya. Episentrumnya
berpindah-pindah; dari Sungai Indus (India), Sungai Yang Tse (Cina), Lembah
Sungai Nil (Mesir), Yunani-Romawi, Eropa Barat, Amerika Utara, sampai Jepang.
·
Teori Relativisme:
Kemajuan masyarakat mengacu masyarakat Barat, khususnya AS. Episentrumnya
Barat. Modernisasi = westernisasi. Kriteria: teknologi maju, organisasi sosial
mendukung, ekonomi maju, dan politik mapan.
·
Teori Analitik:
Kemajuan masyarakat ditandai dari berbagai aspek: ekonomi, politik, keluarga,
mobilisasi sosial, dan agama yang semuanya itu bertumpu pada perkembangan iptek
(pendidikan).[2]
Teori-teori
ini memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk perubahan sosial (sosial
change) yang terjadi di masyarakat. Misalnya Linear Theory, dengan
melalui beberapa tahap menuju ke depan, atau menuju perubahan yang lebih baik.
Contohnya perubahan masyarakat yang awalnya buta huruf menjadi melek huruf
setelah adanya pendidikan.
2. Perubahan Sosial di tinjau dari Pedagogik
(pendidikan)
a. Perubahan Sosial
ditinjau dari Pedagogik tradisional
Pertama-tama, kita lihat pedagogik
tradisional memandang lembaga pendidikan sebagai salah satu dari struktur
sosial dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Oleh sebab itu, lembaga
pendidikan seperti sekolah perlu
disiapkan agar lembaga tersebut berfungsi sesuai dengan perubahan sosial yang
terjadi. Apabila lembaga sekolah tidak dapat mengikuti perubahan sosial maka
dia kehilangan fungsinya dan kemungkinan besar dia ditinggalkan masyarakat. [3]
Sebagai lembaga sosial, maka
proses belajar di dalam sekolah haruslah disesuaikan pula dengan fungsi dan
peranan lembaga pendidikan. Fungsi sekolah ialah mentransmisikan nilai-nilai
yang hidup di dalam masyarakat dan kebudayaan pada saat itu. Di dalam pedagogik
tradisional, tempat individu adalah sebagai obyek perubahan sosial. Individu
tersebut mempelajari peranan yang baru di dalam kehidupan sosial yang berubah.
Sekolah adalah tempat yang memperoleh legitimasinya dari kehidupan masyarakat
atau pemerintah yang mempunyainya.
b. Perubahan
Sosial ditinjau dari Pedagogik Modern (pedagogik transformatif)
Titik tolak dari pedagogik
transformatif ialah “individu-yang-menjadi.” Apa artinya individu-yang-menjadi?
Hal ini berarti seorang individu hanya dapat berkembang di dalam interaksinya
dengan tatanan kehidupan sosial budaya di mana dia hidup. Individu tidak dapat
berkembang apabila diisolasikan dari dunia sosial budaya di mana dia hidup. Hal
ini berarti adanya suatu pengakuan peran aktif partisipatif dari individu yang terjadi
dalam tatanan kehidupan sosial dan budayanya. Individu bukanlah sekedar
menerima nilai-nilai tersebut, akan tetapi nilai-nilai tersebut hanya dapat
dimilikinya melalui peranannya yang aktif partisipatif di dalam aktivitas
sosial budaya dalam lingkungannya. Jadi, berbeda dengan pandangan pedagogik
tradisional yang melihat individu sebagai suatu makhluk yang pasif reaktif,
yang hanya berkembang karena pengaruh-pengaruh dari luar, termasuk pengaruh
dari perubahan sosial yang terjadi dalam lingkungannya.
Pandangan pedagogik transformatif
terhadap individu bukanlah sebagai sesuatu yang telah jadi, tetapi yang sedang
menjadi. Individu mempunyai peran emansipatif di dalam kehidupan sosial budaya,
termasuk melalui proses pendidikan dalam lingkungan keluarga dan
sekolah. Di dalam peranannya yang emansipatif tersebut maka individu bukan
hanya sebagai obyek dari perubahan sosial, tetapi sekaligus pula berperan
sebagai faktor dari pengubah dan pengarah dari perubahan sosial.[4] Atau
agen of change (individu-individu pengubah).
Dalam pendidikan transformatif,
peserta didiklah yang berperan terjadinya perubahan dalam diri mereka. Adapun
peran guru hanyalah sebagai pendorong dan motivator. Dalam hal ini, kita ingat filosofi Ki Hadjar
Dewantara yang berbunyi: Tut Wuri Handayani artinya dari belakang
memberikan dorongan dan arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat tentang peran
dan fungi guru. Para guru perlu berperan sebagai pendorong atau motivator.
Mereka juga perlu berperan sebagai pengarah atau pembimbing yang tidak
membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Dengan demikian, para guru perlu menjadi fasilitator agar dorongan
dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik.[5]
3. Pendidikan Nasional sebagai Pendorong
Perubahan Sosial
Dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003 Pasal 3 dikatakan
bahwa: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.[6]
Dalam UU Sisdiknas di atas,
nampak bahwa fungsi pendidikan nasional sebagai salah satu faktor perubahan
sosial atau pengembangan potensi/kompetensi peserta didik. Perubahan-perubahan
tersebut adalah :
a. pengembangan kemampuan (baik intelektual
maupun interaksi sosial)
b. pembentukan watak
c. pembentukan peradaban bangsa yang
bermartabat di mata bangsa lain.
d. mencerdaskan kehidupan bangsa.
e. mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
D. HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
Sejalan
dengan penjelasan perubahan sosial di atas maka sebenarnya di manakah letak
posisi pendidikan. Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang
berupaya menjembatani dan memelihara warisan budaya suatu masyarakat sesuai
dengan perubahan sosial.
Dalam
proses perubahan sosial, modifikasi yang terjadi seringkali tidak teratur dan
tidak menyeluruh, meskipun sendi-sendi yang berubah itu saling berkaitan secara
erat, sehingga melahirkan ketimpangan kebudayaan. Dikatakan pula olehnya bahwa
cepatnya perubahan teknologi jelas akan membawa dampak luas ke seluruh
institusi-institusi masyarakat sehingga munculnya kemiskinan, kejahatan,
kriminalitas dan lain sebagainya merupakan dampak negatif yang tidak bisa
dicegah.
Untuk
itulah pendidikan harus mampu melakukan analisis kebutuhan nilai, pengetahuan
dan teknologi yang paling mendesak dapat mengantisipasi kesiapan masyarakat
dalam menghadapi perubahan.
Dalam
perkembangan ini, sistem pendidikan beranjak pesat menjadi institusi yang
mempunyai “kedudukan penting” terutama dalam menopang perubahan sosial ekonomi
(baik perubahan yang direncanakan maupun tidak), lalu pendidikan berkembang
menjadi “jembatan” prestise dan status, selain juga tampil sebagai faktor utama
mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal, baik intra maupun
antargenerasi.
E.
PENDIDIKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN MASYARAKAT BARU
Pendidikan telah dijadikan
prioritas utama dan pertama dari banyak negara untuk dijadikan sebagai
pondasi membangun masyarakat yang lebih demokratis, terbuka bagi
perubahan-perubahan global dan menghadapi masyarakat digital.
a. Arah
Baru Pedagogik
Di
dalam perkembangannya, pedagogik terbatas kepada masalah-masalah mikro
pendidikan, seperti perkembangan anak, proses belajar dan pembelajaran,
fasilitas pendidikan, biaya pendidikan, manajemen pendidikan dan sebagainya. Di
dalam perkembangannya dewasa ini, pedagogik ternyata tidak terlepas dari perubahan-perubahan
sosial, politik dan ekonomi. Perubahan-perubahan sosial tersebut di atas telah
membawa kepada suatu keperluan untuk memberikan orientasi baru terhadap pedagogik.
Dengan demikian, pedagogik bukan hanya terbatas kepada ilmu mendidik dalam arti
sempit, atau sekadar aplikasi ilmu jiwa pendidikan, tetapi juga membahas
mengenai keberadaan manusia di dalam kebersamaan hidup yang mengglobal bagi umat manusia serta suatu
perubahan politik, ekonomi, dan sosial budaya.
b. Pendidikan,
Ekonomi, Politik, dan Kebudayaan
Pendidikan
dan kebudayaan merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Mengisolasikan
pendidikan dari kebudayaan berarti melihat proses pendidikan di dalam ruang
hampa. Pakar-pakar ekonomi juga pakar-pakar kebudayaan dan politik melihat
betapa pendidikan merupakan aspek yang sangat strategis di dalam menyiapkan
suatu tata kehidupan manusia yang baru.
Dengan
berkembangnya masyarakat menuju masyarakat modern yang perlu ditekankan adalah
kemampuan memfilter budaya yang masuk, karena di zaman globalissi ini kita
tidak mungkin menutup diri terhadap pengaruh kebudayaan. Bila hal ini sampai
terjadi pada kita, kita sebagai manusia yang “gaptek’’ dan tidak dapat memenuhi
tuntutan zaman. Peranan pendidikan merupakan faktor penentu dalam membangun dan
memperkuat ketahanan kebudayaan.
c. Pengembangan
pendidikan
Perubahan
sosial dan budaya yang sangat cepat, menghendaki adanya pengembangan pendidikan
yang sejalan dengan perubahan sosial tersebut. Di era globalisasi seperti
sekarang ini, maka pendidikan harus mampu mengambil peran untuk menyiapkan
suatu masyarakat yang mampu mengikuti perkembangan sosial.
Strategi
pendidikan dalam menyongsong masa era globalisasi diantaranya :
1.
Pendidikan untuk pengembangan
iptek
2.
Pendidikan untuk pengembangan keterampilan
managemen dan bahasa asing
3.
Pendidikan untuk pengelolaan
kependudukan, lingkungan, KB,dan kesehatan
4. Pendidikan untuk pengembangan sistem nilai misalnya,
fisafat agama dan ideologi
5. Pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga
kependidikan dan kepelatihan misalnya pengelolaan pendidikan system formal dan
nonformal untuk peningkatan mutu dan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan
Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Ki Supriyoko. Materi kuliah
Politik Pendidikan Nasional sessi ke-9 tema: Pendidikan Nasional Sebagai Pendorong
Perubahan Sosial.
Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum
dan Pembelajaran. Filosofi, Teori, dan
Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
UU Guru
& Dosen dan UU Sisdiknas. 2006. Wipress.
www. id.wikipedia.org
[1] www. id.wikipedia.org
[2] Ki Supriyoko. Materi kuliah Politik Pendidikan Nasional sessi ke-9
tema: Pendidikan Nasional Sebagai Pendorong Perubahan Sosial.
[3] H.A.R. Tilaar. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia., hal 5.
[4] H.A.R. Tilaar. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia., hal 6.
[5] Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Filosofi,
Teori, dan Aplikasi. Bandung: Pakar
Raya., hal. 2
[6] UU Guru & Dosen dan UU Sisdiknas. 2006. Wipress., hal.58