BAB I
PENDAHULUAN
Desa Sumberjaya, adalah sebuah desa
ex-transmigrasi tahun 1977 yang telah menjadi desa definitif sejak tahun 1986,
dan saat ini berada dalam wilayah administratif Kecamatan Muara Telang,
Kabupaten Banyuasin. Penduduknya berjumlah 4.238 jiwa dengan 1.135 KK. Dari
jumlah tersebut, beragama Hindu sebanyak 38 KK (3,35%), Kristen/Katholik
sebanyak 7 KK (0,62%), dan sisanya beragama Islam (96,03%). (Sumber : Data monografi Desa Sumberjaya
tahun 2011). Dari segi prosentase pemeluk agama, data ini sedikit berbeda
dengan keadaan awal pada tahun 1977, dimana dari 500 KK warga transmigran hanya
terdapat 4 KK beragama Kristen/Katholik
(0,80%), dan 496 KK beragama Islam (99,20%). Sementara warga yang beragama
Hindu adalah pendatang murni.
Desa ini terletak di wilayah
perairan pasang surut seluas 2.910 Ha, dengan penghasilan utama warganya adalah
pertanian padi pasang surut dan perkebunan kelapa dalam (kelapa biasa).
Pertanian padi pasang surut adalah salah satu sistem penanaman padi yang hanya
dapat dilakukan sekali dalam satu tahun. Dengan demikian memacu kepada petani
untuk bersawah luas (ekstensifikasi pertanian), sehingga hasilnya diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya selama satu tahun. Sudah barang tentu,
mayoritas petani memperoleh hasil padi melebihi satu nishab zakat.
Di sisi lain, perkebunan kelapa juga
merupakan komoditas yang menjanjikan. Dengan harga kelapa sebesar Rp. 1.300,-/butir
seperti saat ini, apabila seorang petani memiliki kebun kelapa seluas 2 Ha,
maka penghasilannya setahun melebihi satu nishab zakat perdagangan.
Selain petani, sebagian warga Desa
Sumberjaya juga ada yang bekerja sebagai pedagang kecil, menengah dan pedagang
besar. Dan juga terdapat pengusaha penangkar burung walet. Sungguh potensi
besar yang dimiliki oleh desa ini apabila penduduknya memiliki kesadaran tinggi
serta dikelola dengan baik dan maksimal
BAB II
PELAKSANAAN ZAKAT MAL
A. Pemahaman
dan Kesadaran Zakat
Membayar zakat adalah salah satu
rukun islam yang lima. Tidak ada alasan bagi siapapun yang memiliki harta
sampai batas yang ditentukan dan mengaku dirinya muslim, untuk tidak mengeluarkan
zakat (terlepas dari apapun pekerjaannya, dimana tinggalnya, apa pencahariannya
dan lain sebagainya). Sebagaimana firman Allah :
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاَتُو الزَّكٰوةَ . . . .
Dirikanlah
sholat dan tunaikanlah zakat ! ...... ( Q.S. An-nisa’ : 77 )
خُذْ مِنْ اَمْوٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِم بِهَا
Ambillah dari
sebagian harta mereka sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka ... ( Q.S. At-taubat : 103 )
Sabda Rasulullah saw :
بُنِيَ
اْلاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ اَنْ لَّااِلـٰـهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ
مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ وَاِقَامِ الصَّلَاةِ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحِجُّ
الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ. متفق عليه
Islam
itu ditegakkan di atas lima dasar : (1) Menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan yang
hak melainkan Allah, dan bahwasanya Nabi Muhammad itu pesuruh Allah; (2) Mengerjakan sholat lima waktu; (3)
Membayar zakat; (4) Mengerjakan Haji;
(5) Berpuasa dalam bulan Ramadhan (sepakat ahli hadits)
Banyaknya pengajian dan majlis taklim di
Desa Sumberjaya, memberikan kontribusi besar dalam upaya memberikan pemahaman
kepada umat islam tentang pentingnya menunaikan zakat, meskipun rata-rata
majlis taklim tersebut hanya diikuti oleh kaum wanita (Muslimah). Sehingga mayoritas
muslim di Desa Sumberjaya (khususnya kaum perempuan) memahami akan kewajiban
mengeluarkan zakat.
Mereka paham betul betapa zakat
(khususnya zakat mal) tersebut sangat membantu sesama manusia sebagai makhluk
Allah. Zakat merupakan salah satu perintah Allah yang diharapkan akan mampu
meningkatkan kepekaan sosial bagi para aghniya
(orang kaya). Oleh karena itu, merupakan kewajiban para aghniya untuk berbagi dan membantu serta menyantuni mereka yang
berhak menerima zakat.
Mereka yang berhak menerima zakat juga tidak pernah berharap dengan
kondisinya. Miskin bukanlah merupakan cita-cita dan tujuan hidupnya. Namun
mereka juga tidak boleh menolak takdir yang sudah ditetapkan Allah atas
dirinya.
Sayangnya pemahaman kaum wanita tersebut
tidak disertai dengan kesadaran kaum lelaki sebagai kepala keluarga dan pemimpin
dalam rumah tangga, yang tentunya mempunyai otoritas lebih besar dalam hal
penguasaan harta benda yang dimilikinya. Hal ini merupakan salah satu faktor
yang menjadi penyebab rendahnya pengumpulan zakat (terutama zakat mal).
B. Panitia (Amil)
Zakat
Amil zakat adalah pengelola zakat yang ditunjuk oleh penguasa / pemerintah untuk
mengumpulkan zakat dari muzakki (orang
yang wajib mengeluarkan zakat), dan mendistribusikannya kepada mustahiq (orang yang berhak menerima
zakat). Kenyataan yang terjadi di masyarakat, amil zakat ini tidak ditunjuk dan
ditetapkan oleh pemerintah dengan SK (Surat Keputusan), sehingga sebagian ulama
berpendapat bahwa mereka bukanlah amil melainkan panitia zakat. Keterangan
dalam kitab al-Bajuri jilid I halaman 283, sebagaimana dijadikan rujukan dalam
Konferensi Besar PBNU ke-1 tahun 1960, bahwa ‘yang disebut amil ialah orang yang diangkat oleh pemerintah seperti
petugas penarik zakat dan penulis yang mencatat apa yang diberikan oleh pemilik
harta zakat’. Keputusan Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tanggal 12
Desember 1984 menyatakan bahwa panitia zakat dapat disebut amil zakat, apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan yang antara lain adalah pengangkatan langsung
dari imam (Kepala Negara).
Menurut pendapat ini panitia zakat
bukanlah amil, sehingga mereka tidak punya hak atas zakat (bukan mustahiq). Akan
tetapi panitia zakat ini boleh diberi upah atas kerjanya sebatas upah layaknya
orang bekerja. Panitia zakat yang dibentuk di Desa Sumberjaya dan di desa-desa
lain, pada umumnya tumbuh dan terbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masing-masing tempat, sehingga dalam satu desa / kelurahan bisa terbentuk
beberapa panitia zakat.
Panitia zakat bekerja dalam satu wilayah
yang disebut baladuz zakat. Khusus di
Desa Sumberjaya, baladuz zakat sangat
berbeda dengan baladul jum’at. Hal ini dapat dibuktikan dengan perbandingan
tempat pelaksanaan jumat dengan banyaknya panitia zakat yang terbentuk, yaitu 6
Masjid tempat pelaksanaan sholat jumat, dan 17 panitia zakat yang terbentuk di setiap masjid
dan musholla. Nampak jelas bahwa setiap masjid dan musholla membentuk panitia
zakat sendiri, sedangkan shalat jumat hanya dilaksanakan di masjid saja.
Sehingga dapat dikatakan bahwa baladul jumat adalah lingkungan masjid yang
terdiri dari satu masjid dan beberapa musholla, sedangkan baladuz zakat adalah
lingkungan musholla saja yang tentu lebih kecil ruang lingkupnya.
Dipandang dari satu sisi, sistem
pembentukan panitia zakat seperti ini tentu tidak memenuhi rasa keadilan dalam
pemerataan. Tidak di semua baladuz zakat terdapat muzakki (wajib zakat) yang sama banyak dan mal zakawi yang sama banyak pula. Dan tidak di semua baladuz zakat
terdapat mustahiq zakat yang sama banyaknya. Dapat diambil contoh beberapa
baladuz zakat yang penerimaan zakatnya sangat minim (bahkan untuk zakat mal
tidak ada muzakki yang membayar zakat).
Misalnya di musholla Nurul Hidayah Rt.16,
tidak ada muzakki yang wajib atas zakat perdagangan, zakat tambang, zakat emas
dan perak, maupun zakat binatang ternak. Zakat mal yang memungkinkan terkumpul
pada panitia zakat di musholla ini hanyalah zakat pertanian. Akan tetapi, para
petani yang memperoleh padi sampai satu nishab enggan mengeluarkan zakat. Hal
ini disebabkan biaya pengelolaan sawah saat ini sangatlah tinggi, sedangkan
dalam hukum pelaksanaan zakat biaya yang diperhitungkan hanyalah biaya
pengairan saja, sedangkan upah pekerja, biaya pupuk, traktor, racun rumput,
racun hama dan lain-lain tidak diperhitungkan.
Sementara baladuz zakat lainnya terdapat banyak muzakki dan taat menunaikan
zakatnya, misalnya di Masjid Darut Taqwa yang berada di Pusat Perekonomian dan
Pemerintahan Desa. Pengumpulan zakat (terutama zakat mal) yang dilakukan oleh
panitia zakat di masjid ini bisa mencapai nilai puluhan juta rupiah Di
lingkungan masjid ini banyak terdapat pedagang besar, pengusaha walet dan orang
kaya lainnya yang tentu memiliki harta simpanan melebihi satu nishab.
C. Mustahiq
Zakat
Mustahiq zakat adalah orang yang berhak
menerima pembagian zakat, sebagaimana telah ditetapkan Allah. Firman Allah swt
: Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat (amil), para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah,... (Q.S. at-Taubat : 60)
Nampak jelas bahwa yang berhak menerima
zakat ialah:
1. Orang
fakir : orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang
miskin : orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus
zakat (amil) : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf
: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang
imannya masih lemah.
5. Memerdekakan
budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang
kafir.
6. Orang
berhutang : orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat
dan tidak sanggup membayarnya, adapun orang yang berhutang untuk memelihara
persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu
membayarnya.
7. Pada
jalan Allah (sabilillah) : yaitu untuk
keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti
mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang
yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya, dan putus dengan harta benda yang dimilikinya..
Dari delapan asnab mustahiq zakat
tersebut, di Desa Sumberjaya rata-rata hanya terdapat beberapa asnab saja,
diantaranya adalah fakir, miskin, amil, muallaf dan fi sabilillah. Untuk fakir,
miskin dan amil, tidak terjadi perbedaan penafsiran. Sedangkan muallaf dan fi
sabilillah, terjadi beberapa penafsiran.
a. Muallaf
Ada beberapa kelompok yang
menganggap bahwa muallaf adalah orang yang baru masuk islam dan imannya masih
lemah. Sangat dimungkinkan orang ini akan menjadi kafir kembali.
Kelompok lain berpendapat bahwa
muallaf mencakup juga orang kafir yang ada rencana masuk islam, dan orang islam
yang ada kemungkinan murtad, serta orang islam yang baru menyadari
keislamannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah orang islam ahli maksiat yang
kemudian bertobat dan kembali melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya.
b. Fii Sabilillah
Yaitu orang yang berjuang untuk keperluan pertahanan Islam dan
kaum muslimin. Menurut pendapat ini, sabilillah adalah tentara / pasukan yang
mengangkat senjata melawan kaum kafir yang memusuhi islam, dan mereka tidak
menerima upah / gaji dari siapapun. Pada jaman damai seperti ini mereka
menganggap tidak terdapat sabilillah.
Pendapat lain menyatakan
sabilillah adalah setiap orang yang berusaha menegakkan agama Allah dengan
kesadaran sendiri dan tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun, misalnya
guru ngaji, pengurus dan imam masjid/musholla, tokoh-tokoh agama islam dan lain
sebagainya yang tidak menerima gaji/imbalan atas jerih payahnya. Bahkan dalam
hubungannya dengan zakat mal ada yang berpendapat bahwa sabilillah itu mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah/madrasah, rumah
sakit dan lain-lain.
D. Pembayaran
dan Pengumpulan Zakat
Panitia zakat yang dibentuk pada setiap
baladuz zakat, pada awalnya hanyalah untuk menampung dan menyalurkan zakat
fitrah. Panitia zakat ini tidak memiliki masa jabatan, dan tidak memiliki
tanggung jawab moral diluar pengelolaan zakat fitrah. Mereka akan bekerja
dengan sendirinya pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, sehingga panitia
zakat ini tidak memiliki tugas dan kewajiban untuk menagih zakat sebagaimana
amil yang memang ditugaskan untuk memungut, mencatat dan membagikan zakat.
Bahkan di masa rasulullah, Mu’adz yang diutus ke negeri Yaman diberikan
kekuasaan penuh untuk memungut zakat (bila perlu secara paksa). Namun hal ini
tentu tidak mungkin dijalankan oleh panitia zakat saat ini yang kedudukannya
sebagai amil sangat lemah.
Panitia zakat lebih bersifat menunggu
apabila ada orang yang hendak membayarkan zakat melalui panitia daripada
memungut dan mendatangi orang yang wajib berzakat. Dan secara tidak langsung,
panitia zakat ini hanya bekerja pada saat pelaksanaan zakat fitrah saja,
sehingga bagi sebagian orang yang hendak mengeluarkan zakat melalui panitia,
maka mereka akan memperhitungkan zakat mal-nya bersamaan dengan pelaksanaan
zakat fitrah. Oleh karena itu, pembayaran dan pengumpulan zakat mal (selain
zakat pertanian) di Desa Sumberjaya hanya terjadi pada Hari Raya Idul Fitri
saja.
Khusus untuk zakat pertanian, petani akan
membayarkan zakatnya setelah selesai memanen padinya. Akan tetapi sebagaimana
dijelaskan di awal, bahwa kesadaran petani untuk menunaikan zakat sangatlah
rendah. Mereka berharap ada perubahan penafsiran terhadap biaya irigasi. Memang
petani di Desa Sumberjaya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk irigasi, namun
bagi mereka biaya pupuk, racun rumput, racun hama sama pentingnya dengan irigasi.
Pertanian dewasa ini tidak akan berhasil apabila tidak disertai dengan biaya
tersebut, sehingga mereka berharap ada fatwa yang menafsirkan bahwa pertanian
dengan mengeluarkan biaya tersebut zakatnya cukup 5% saja. Sebagian petani yang
taat dalam menjalankan syariat agama islam, akan tetap mengeluarkan zakat
sebesar 10%, namun sebagian lainnya hanya akan mengeluarkan sedekah seikhlasnya
(± 5%) tanpa melalui
panitia zakat.
Desa Sumberjaya juga memiliki potensi kebun kelapa. Namun belum ada satupun pemilik kebun
kelapa yang mengeluarkan zakatnya. Tokoh-tokoh islam di Desa Sumberjaya tidak
secara tegas menyatakan bahwa hasil dari perkebunan kelapa wajib dizakati atau
tidak. Sebagian berpendapat bahwa hasil dari kebun kelapa disamakan dengan
perkebunan tebu, yaitu dikenakan hukum zakat perdagangan sebesar 2,5%. Akan tetapi pendapat ini tidak lazim dilaksanakan di
Desa Sumberjaya, dan tidak ada pula upaya untuk mensosialisasikannya.
Potensi lain yang cukup besar di Desa Sumberjaya adalah usaha
penangkaran burung walet. Meskipun dengan modal yang cukup besar, namun usaha
ini mampu memberikan harapan penghasilan yang sangat besar. Sebuah gedung walet
tiga lantai dengan biaya pembuatan gedung mencapai ± 300 – 400 juta rupiah, mampu
menghasilkan sarang walet sebanyak 1 – 2 kg per bulan. Apabila diasumsikan
harga sarang burung walet tiap kilogram rata-rata 10 juta rupiah, maka dalam
waktu 1 tahun akan memperoleh hasil 120 – 240 juta rupiah. Andaikan hasil ini
dianggap sebagai usaha perdagangan, maka zakatnya adalah 3 – 6 juta rupiah.
Dengan jumlah penangkar burung walet se-Desa Sumberjaya sebanyak ± 40 orang, maka
mampu menghasilkan sebanyak 120 – 240 juta rupiah per tahun. Berapa fakir
miskin yang dapat terbantu dengan dana sebesar itu ?
Sayangnya, hingga saat ini belum ada
kepastian tentang hukum zakat dari penghasilan burung walet ini. Dan para
penangkar burung waletpun enggan mencari kepastian hukumnya, sehingga mereka
tidak perlu membayar zakatnya.
Ada beberapa penangkar burung walet yang
memiliki kepekaan sosial tinggi, dan menginfakkan sebagian penghasilannya
dengan berpedoman firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 3 :
وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُونَ .......
dan
mereka menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.....
(Q.S. al-baqarah : 3)
Di kalangan penangkar burung walet, ada
anggapan bahwa apabila pemiliknya pelit / kikir, sering cekcok dalam rumah
tangga, tidak rukun dengan tetangga, tidak taat dalam beragama dan sifat-sifat
tercela lainnya, maka burung walet tidak akan bertahan lama di gedungnya. Oleh
karena itu, meskipun tidak dianggap sebagai zakat, mereka menetapkan sendiri
infak atau sedekah yang harus mereka keluarkan. Infak dan sedekah semacam ini
tidak disalurkan melalui panitia zakat, dan juga tidak terbatas pada mustahiq
zakat, tetapi langsung disalurkan sendiri kepada orang yang layak menerima, ataupun
untuk membantu kepentingan umum, misalnya perbaikan jalan, jembatan,
pembangunan masjid dan lain sebagainya.
E. Pembagian
Zakat
Pada umumnya, pembagian zakat di Desa
Sumberjaya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu kepada mustahiq
yang sudah di bahas di atas. Namun ada beberapa perbedaan mendasar dalam
pelaksanaan pembagian zakat dari beberapa panitia zakat yang ada.
a. Beberapa
panitia zakat membagi zakat berdasarkan jumlah asnab yang ada. Kemudian
mengidentifikasi orang-orang yang berhak menerima zakat berdasarkan asnabnya,
sehingga apabila satu asnab orangnya sedikit tentu bagian zakatnya besar, dan
apabila satu asnab orangnya banyak maka bagian zakatnya sedikit demikian dan
seterusnya.
Agar lebih mudah memahaminya,
perhatikan contoh berikut :
Zakat yang terkumpul sebanyak Rp. 15.000.000,- (agar lebih mudah
membaginya kita anggap sebagai uang semua). Asnab yang ada adalah
fakir, miskin, amil, muallaf, dan sabilillah ( 5 golongan ). Maka masing-masing
golongan dianggarkan sebesar Rp. 15.000.000,- : 5 = Rp. 3.000.000,-. Dalam
baladuz zakat terdapat 10 orang fakir, 15 orang miskin, 5 orang amil, 6 orang
muallaf dan 4 orang guru ngaji yang dianggap sebagai sabilillah.
Maka
pembagiannya adalah :
1. fakir akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 10 = Rp. 300.000,-/orang
2. miskin akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 15 = Rp. 200.000,- /orang
3. amil akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 5 = Rp. 600.000,-
/orang
4. muallaf
akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 6 =
Rp. 500.000,-
/orang
5. sabilillah
akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 4 =
Rp. 750.000,-
/orang
Adilkah sistem pembagian zakat ini?
b. Beberapa panitia zakat yang lain membagi
zakat berdasarkan jumlah orang yang berhak menerima zakat, tanpa harus
memperhitungkan asnab atau golongan. Pembagian sistem ini lebih mengutamakan
pemerataan.
Dalam
ilustrasi di atas, jumlah orang yang akan menerima zakat adalah 40 orang, sehingga
masing-masing orang akan menerima zakat sebanyak
Rp. 15.000.000,- : 40 = Rp. 375.000,-/orang
dari golongan apapun.
Pertanyaan yang sama, adilkah sistem
pembagian zakat ini ?
c. Pembagian zakat dengan cara menyisihkan
sebagian zakat yang terkumpul untuk memberikan pinjaman modal usaha kepada
beberapa fakir/miskin, dan pada tahun berikutnya modal tersebut harus
dikembalikan untuk kemudian dipinjamkan kepada fakir/miskin yang lain. Dengan
kebijakan ini diharapkan akan mampu mengurangi jumlah fakir / miskin di baladuz
zakat. Pembagian sistem ini hanya terjadi satu kali, yaitu pada tahun 2010 lalu
yang dilakukan oleh Panitia Zakat Masjid Darut Taqwa. Untuk tahun 2011 sistem
tersebut tidak dilaksanakan lagi dengan pertimbangan :
- Tidak
ditemukan dalil yang secara nyata memperbolehkan pembagian zakat dengan sistem
ini.
- Pemberian pinjaman kepada fakir/miskin
ternyata tidak mampu mengangkat kefakirannya, tetapi justru memberikan beban
baru yaitu beban pengembalian pinjaman.
- Satu tahun berjalan, modal yang dipinjamkan
ternyata belum mampu dikembalikan oleh
peminjam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun islam.
Namun demikian, pemahaman dan kesadaran menunaikan zakat (terutama zakat mal)
di Desa Sumberjaya masih sangat rendah. Zakat yang diharapkan mampu
meningkatkan kepekaan sosial untuk menolong sesama muslim yang lemah, belum
dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Panitia zakat yang terbentuk sebagai
suatu kebutuhan dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, tidak mempunyai
kekuatan dan otoritas yang besar. Panitia zakat tidak dapat bersikap progresif.
Tidak ada sanksi maupun teguran kepada muzakki
yang tidak taat menunaikan zakat. Akibatnya banyak potensi zakat yang
seharusnya menjadi hak mustahiq zakat, tetapi
tidak ditunaikan oleh pemiliknya.
Panitia zakat bukanlah lembaga formal
yang dibentuk oleh pemerintah ataupun organisasi formal lainnya, sehingga
panitia zakat seperti ini tidak memiliki tanggung jawab struktural kepada
pemerintah ataupun organisasi formal. Dan panitia ini juga tidak menerima
pembekalan yang cukup secara struktural. Pemerintah maupun lembaga formal
lainnya tidak melakukan pengawasan secara intensip terhadap pengumulan dan
pembagian zakat oleh panitia seperti ini, sehingga apabila terjadi kesalahan
dalam menafsirkan aturan tentang zakat maka akan sulit dilakukan perbaikan.
B. Saran
1. Panitia
zakat sebaiknya dilegalkan dengan pengangkatan oleh pemerintah. Legalitas akan
memberikan kekuatan kepada panitia zakat untuk melakukan upaya maksimal dalam
pemberdayaan zakat mal sebagai hak kaum duafa.
2. Menunaikan
zakat adalah kewajiban orang kaya, sedangkan berdakwah adalah kewajiban orang
alim (berilmu). Akan menjadi tidak efektif ketika seorang alim mendakwahkan
tentang zakat kepada orang kaya, sementara dia sendiri tergolong sebagai
mustahiq zakat (miskin). Untuk
menghindari kenyataan tersebut, diperlukan campur tangan pemerintah dalam
mensosialisasikan zakat.
3. Adanya
pembekalan dan pengawasan terhadap panitia zakat yang ditunjuk oleh pemerintah,
maupun panitia zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Pembekalan yang cukup dan
pengawasan yang baik akan mampu meningkatkan kinerja panitia zakat dan
efektifitas pelaksanaan zakat.
Demikian, semoga karya tulis ini
bermanfaat dalam rangka mengoptimalkan pemberdayaan zakat mal, yang pada
akhirnya akan mampu memberikan hak-hak fakir miskin dan kaum duafa. Kemiskinan
adalah ketetapan Allah, kita sebagai manusia tidak mungkin menghapuskan
kemiskinan dari lingkungan sekitar kita. Akan tetapi kita yang memiliki
kemampuan ilmu, harta maupun kekuasaan harus mampu membangkitkan kepekaan
sosial dalam upaya membantu saudara-saudara kita yang terjebak dalam
kemiskinan.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahkamul Fuqaha – Solusi Problematika Aktual
Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926 – 1999
M), 2005, LTN NU Jawa Timur, Diantama Surabaya.
2. Ibnu Rusyd, 2002, Bidayatul Mujtahid,
Jakarta : Pustaka Amani.
3. Sulaiman Rasyid, H, 1987, Fiqh Islam, Sinar
Baru, Bandung