DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI - DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI - DEKAT PADA ILAAHI, KUAT DALAM MENGAJI, MAJU DALAM TEKNOLOGI

Selasa, 30 Juli 2013

PAK MENTERI, PAK GUBERNUR, BIARKAN KAMI YANG MEMPERBAIKINYA



Banyuasin, 30 Juli 2013
Jalan Palembang Tanjung Api-Api adalah satu-satunya akses menuju Pelabuhan Samudra Tanjung Api-Api yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Pembangunan jalan dan pelabuhan ini menelan biaya yang tidak sedikit. Apabila dananya digunakan untuk membangun sebuah desa terpencil, maka desa itu pasti akan menjadi desa maju yang lengkap sarana prasarana dan fasilitasnya.
Pembangunan yang belum mencapai finish tersebut, sudah banyak mengalami kerusakan. Pada beberapa ruas jalan banyak yang berlubang dan hancur, terutama antara Desa Gasing dan Jalur 19. Sepanjang jalan ini nyaris tidak ada bagian jalan yang utuh. Cor betonnya sudah hancur, sehingga ketika musim kering menimbulkan debu yang menutupi pandangan mata. Dan ketika hujan, menjadi tempat genangan-genangan air.
Kondisi yang memprihatinkan ini menggugah hati warga di sekitar jalan tersebut untuk meluangkan waktu dan mencurahkan tenaganya guna berusaha menimbun lubang di jalan sepanjang ± 5 km tersebut dengan tanah. Dengan peralatan yang seadanya (cangkul dan karung/keranjang) mereka bekerja di bawah terik matahari yang penuh debu jalanan, atau ditengah guyuran hujan dan semburan lumpur jalan yang dilewati roda kendaraan. Memang,........... hasil dari pekerjaannya tidak begitu berarti. Pekerjaan mereka dalam seminggu, akan hilang hanya dalam waktu sekejap. Apalagi jika turun hujan, tanah timbunan mereka yang terkena air hujan akan terbuang oleh roda kendaraan-kendaraan bertonase besar.
Apakah mereka menyerah..........??????????
Tidak,....... mereka tidak pernah menyerah. Mereka tetap akan bekerja, bekerja dan bekerja lagi. Bahkan dalam hati mereka berdoa memohon, “Pak Menteri, Pak Gubernur, tolong jangan dipikir dulu jalan ini. Biarlah kami yang memperbaikinya.”
Ada apa dengan mereka ? Mengapa mereka begitu giat memperbaiki jalan yang rusak tersebut ? Apa yang mereka harapkan ?
Ternyata,...................!!!!!
Doc. 29 Juli 2013
Disamping mereka memperbaiki jalan, ada satu diantara mereka yang sengaja berdiri di tengah jalan sambil membawa baskom / ember. Mereka berharap belas kasihan dari para sopir kendaraan yang melintas. Terlihat beberapa sopir memberikan lembaran uang rupiah, ada yang seribuan, dua ribuan bahkan lima atau sepuluh ribuan. Tuluskah mereka bekerja ?? Ikhlaskah para sopir memberi imbalan? Sepadankah uang yang mereka terima dengan hasil kerjanya ? Sungguh ironis sekali. Beginikah cara pemerintah menciptakan lapangan kerja baru bagi rakyatnya ?

Yang lebih memprihatinkan ,.... diantara pekerja itu ternyata adalah anak-anak usia sekolah yang seharusnya sedang membaca buku pelajaran, mengerjakan tugas sekolah, atau bahkan bermain bersama teman-teman sebayanya. Ditengah terik matahari Ramadhan 1434 H, mereka mengorbankan waktu bahkan puasanya. Mereka relakan semuanya untuk mengambil alih pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Andaikan baskom/ember itu tidak berada ditangannya, dan mereka mengerjakan itu dengan ikhlas, pasti tidak akan ada orang yang beranggapan miring terhadap mereka.
(Analisa sebuah realita)

Kamis, 18 Juli 2013

PELAKSANAAN ZAKAT DI DESA SUMBERJAYA


BAB I
PENDAHULUAN

Desa Sumberjaya, adalah sebuah desa ex-transmigrasi tahun 1977 yang telah menjadi desa definitif sejak tahun 1986, dan saat ini berada dalam wilayah administratif Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin. Penduduknya berjumlah 4.238 jiwa dengan 1.135 KK. Dari jumlah tersebut, beragama Hindu sebanyak 38 KK (3,35%), Kristen/Katholik sebanyak 7 KK (0,62%), dan sisanya beragama Islam (96,03%). (Sumber : Data monografi Desa Sumberjaya tahun 2011). Dari segi prosentase pemeluk agama, data ini sedikit berbeda dengan keadaan awal pada tahun 1977, dimana dari 500 KK warga transmigran hanya terdapat 4 KK  beragama Kristen/Katholik (0,80%), dan 496 KK beragama Islam (99,20%). Sementara warga yang beragama Hindu adalah pendatang murni.
Desa ini terletak di wilayah perairan pasang surut seluas 2.910 Ha, dengan penghasilan utama warganya adalah pertanian padi pasang surut dan perkebunan kelapa dalam (kelapa biasa). Pertanian padi pasang surut adalah salah satu sistem penanaman padi yang hanya dapat dilakukan sekali dalam satu tahun. Dengan demikian memacu kepada petani untuk bersawah luas (ekstensifikasi pertanian), sehingga hasilnya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya selama satu tahun. Sudah barang tentu, mayoritas petani memperoleh hasil padi melebihi satu nishab zakat.
Di sisi lain, perkebunan kelapa juga merupakan komoditas yang menjanjikan. Dengan harga kelapa sebesar Rp. 1.300,-/butir seperti saat ini, apabila seorang petani memiliki kebun kelapa seluas 2 Ha, maka penghasilannya setahun melebihi satu nishab zakat perdagangan.
Selain petani, sebagian warga Desa Sumberjaya juga ada yang bekerja sebagai pedagang kecil, menengah dan pedagang besar. Dan juga terdapat pengusaha penangkar burung walet. Sungguh potensi besar yang dimiliki oleh desa ini apabila penduduknya memiliki kesadaran tinggi serta dikelola dengan baik dan maksimal



BAB II
PELAKSANAAN ZAKAT MAL

A.   Pemahaman dan Kesadaran Zakat
       Membayar zakat adalah salah satu rukun islam yang lima. Tidak ada alasan bagi siapapun yang memiliki harta sampai batas yang ditentukan dan mengaku dirinya muslim, untuk tidak mengeluarkan zakat (terlepas dari apapun pekerjaannya, dimana tinggalnya, apa pencahariannya dan lain sebagainya). Sebagaimana firman Allah :
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاَتُو الزَّكٰوةَ . . . .
       Dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ! ...... ( Q.S. An-nisa’ : 77 )
خُذْ مِنْ اَمْوٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِم بِهَا
       Ambillah dari sebagian harta mereka sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka ... ( Q.S. At-taubat : 103 )
       Sabda Rasulullah saw :
بُنِيَ اْلاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ اَنْ لَّااِلـٰـهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ وَاِقَامِ الصَّلَاةِ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحِجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ. متفق عليه
       Islam itu ditegakkan di atas lima dasar : (1) Menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan yang hak melainkan Allah, dan bahwasanya Nabi Muhammad itu pesuruh Allah;     (2) Mengerjakan sholat lima waktu; (3) Membayar zakat; (4) Mengerjakan Haji;      (5) Berpuasa dalam bulan Ramadhan (sepakat ahli hadits)
       Banyaknya pengajian dan majlis taklim di Desa Sumberjaya, memberikan kontribusi besar dalam upaya memberikan pemahaman kepada umat islam tentang pentingnya menunaikan zakat, meskipun rata-rata majlis taklim tersebut hanya diikuti oleh kaum wanita (Muslimah). Sehingga mayoritas muslim di Desa Sumberjaya (khususnya kaum perempuan) memahami akan kewajiban mengeluarkan zakat.
       Mereka paham betul betapa zakat (khususnya zakat mal) tersebut sangat membantu sesama manusia sebagai makhluk Allah. Zakat merupakan salah satu perintah Allah yang diharapkan akan mampu meningkatkan kepekaan sosial bagi para aghniya (orang kaya). Oleh karena itu, merupakan kewajiban para aghniya untuk berbagi dan membantu serta menyantuni mereka yang berhak menerima zakat. 
       Mereka yang berhak menerima zakat juga tidak pernah berharap dengan kondisinya. Miskin bukanlah merupakan cita-cita dan tujuan hidupnya. Namun mereka juga tidak boleh menolak takdir yang sudah ditetapkan Allah atas dirinya.       
       Sayangnya pemahaman kaum wanita tersebut tidak disertai dengan kesadaran kaum lelaki sebagai kepala keluarga dan pemimpin dalam rumah tangga, yang tentunya mempunyai otoritas lebih besar dalam hal penguasaan harta benda yang dimilikinya. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab rendahnya pengumpulan zakat (terutama zakat mal).

B.   Panitia (Amil) Zakat
       Amil zakat adalah pengelola zakat  yang ditunjuk oleh penguasa / pemerintah untuk mengumpulkan zakat dari muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat), dan mendistribusikannya kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Kenyataan yang terjadi di masyarakat, amil zakat ini tidak ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah dengan SK (Surat Keputusan), sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa mereka bukanlah amil melainkan panitia zakat. Keterangan dalam kitab al-Bajuri jilid I halaman 283, sebagaimana dijadikan rujukan dalam Konferensi Besar PBNU ke-1 tahun 1960, bahwa ‘yang disebut amil ialah orang yang diangkat oleh pemerintah seperti petugas penarik zakat dan penulis yang mencatat apa yang diberikan oleh pemilik harta zakat’. Keputusan Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tanggal 12 Desember 1984 menyatakan bahwa panitia zakat dapat disebut amil zakat, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan yang antara lain adalah pengangkatan langsung dari imam (Kepala Negara).
       Menurut pendapat ini panitia zakat bukanlah amil, sehingga mereka tidak punya hak atas zakat (bukan mustahiq). Akan tetapi panitia zakat ini boleh diberi upah atas kerjanya sebatas upah layaknya orang bekerja. Panitia zakat yang dibentuk di Desa Sumberjaya dan di desa-desa lain, pada umumnya tumbuh dan terbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing tempat, sehingga dalam satu desa / kelurahan bisa terbentuk beberapa panitia zakat.
       Panitia zakat bekerja dalam satu wilayah yang disebut baladuz zakat. Khusus di Desa Sumberjaya, baladuz zakat sangat berbeda dengan baladul jum’at.  Hal ini dapat dibuktikan dengan perbandingan tempat pelaksanaan jumat dengan banyaknya panitia zakat yang terbentuk, yaitu 6 Masjid tempat pelaksanaan sholat jumat, dan 17  panitia zakat yang terbentuk di setiap masjid dan musholla. Nampak jelas bahwa setiap masjid dan musholla membentuk panitia zakat sendiri, sedangkan shalat jumat hanya dilaksanakan di masjid saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa baladul jumat adalah lingkungan masjid yang terdiri dari satu masjid dan beberapa musholla, sedangkan baladuz zakat adalah lingkungan musholla saja yang tentu lebih kecil ruang lingkupnya.
       Dipandang dari satu sisi, sistem pembentukan panitia zakat seperti ini tentu tidak memenuhi rasa keadilan dalam pemerataan. Tidak di semua baladuz zakat terdapat muzakki (wajib zakat) yang sama banyak dan mal zakawi yang sama banyak pula. Dan tidak di semua baladuz zakat terdapat mustahiq zakat yang sama banyaknya. Dapat diambil contoh beberapa baladuz zakat yang penerimaan zakatnya sangat minim (bahkan untuk zakat mal tidak ada muzakki yang membayar zakat).
       Misalnya di musholla Nurul Hidayah Rt.16, tidak ada muzakki yang wajib atas zakat perdagangan, zakat tambang, zakat emas dan perak, maupun zakat binatang ternak. Zakat mal yang memungkinkan terkumpul pada panitia zakat di musholla ini hanyalah zakat pertanian. Akan tetapi, para petani yang memperoleh padi sampai satu nishab enggan mengeluarkan zakat. Hal ini disebabkan biaya pengelolaan sawah saat ini sangatlah tinggi, sedangkan dalam hukum pelaksanaan zakat biaya yang diperhitungkan hanyalah biaya pengairan saja, sedangkan upah pekerja, biaya pupuk, traktor, racun rumput, racun hama dan lain-lain tidak diperhitungkan.
       Sementara baladuz zakat lainnya terdapat banyak muzakki dan taat menunaikan zakatnya, misalnya di Masjid Darut Taqwa yang berada di Pusat Perekonomian dan Pemerintahan Desa. Pengumpulan zakat (terutama zakat mal) yang dilakukan oleh panitia zakat di masjid ini bisa mencapai nilai puluhan juta rupiah Di lingkungan masjid ini banyak terdapat pedagang besar, pengusaha walet dan orang kaya lainnya yang tentu memiliki harta simpanan melebihi satu nishab.

C.   Mustahiq Zakat
       Mustahiq zakat adalah orang yang berhak menerima pembagian zakat, sebagaimana telah ditetapkan Allah. Firman Allah swt : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil), para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,... (Q.S. at-Taubat : 60)
       Nampak jelas bahwa yang berhak menerima zakat ialah:
       1.    Orang fakir : orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
       2.    Orang miskin : orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
       3.    Pengurus zakat (amil) : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
       4.    Muallaf : orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
       5.    Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
       6.    Orang berhutang : orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya, adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
       7.    Pada jalan Allah (sabilillah) :  yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
       8.    Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya, dan putus dengan harta benda yang dimilikinya..
       Dari delapan asnab mustahiq zakat tersebut, di Desa Sumberjaya rata-rata hanya terdapat beberapa asnab saja, diantaranya adalah fakir, miskin, amil, muallaf dan fi sabilillah. Untuk fakir, miskin dan amil, tidak terjadi perbedaan penafsiran. Sedangkan muallaf dan fi sabilillah, terjadi beberapa penafsiran.
       a.     Muallaf        
              Ada beberapa kelompok yang menganggap bahwa muallaf adalah orang yang baru masuk islam dan imannya masih lemah. Sangat dimungkinkan orang ini akan menjadi kafir kembali.
              Kelompok lain berpendapat bahwa muallaf mencakup juga orang kafir yang ada rencana masuk islam, dan orang islam yang ada kemungkinan murtad, serta orang islam yang baru menyadari keislamannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah orang islam ahli maksiat yang kemudian bertobat dan kembali melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
       b.    Fii Sabilillah
              Yaitu orang yang berjuang untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Menurut pendapat ini, sabilillah adalah tentara / pasukan yang mengangkat senjata melawan kaum kafir yang memusuhi islam, dan mereka tidak menerima upah / gaji dari siapapun. Pada jaman damai seperti ini mereka menganggap tidak terdapat sabilillah.
              Pendapat lain menyatakan sabilillah adalah setiap orang yang berusaha menegakkan agama Allah dengan kesadaran sendiri dan tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun, misalnya guru ngaji, pengurus dan imam masjid/musholla, tokoh-tokoh agama islam dan lain sebagainya yang tidak menerima gaji/imbalan atas jerih payahnya. Bahkan dalam hubungannya dengan zakat mal ada yang berpendapat bahwa sabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah/madrasah, rumah sakit dan lain-lain.

D.   Pembayaran dan Pengumpulan Zakat
       Panitia zakat yang dibentuk pada setiap baladuz zakat, pada awalnya hanyalah untuk menampung dan menyalurkan zakat fitrah. Panitia zakat ini tidak memiliki masa jabatan, dan tidak memiliki tanggung jawab moral diluar pengelolaan zakat fitrah. Mereka akan bekerja dengan sendirinya pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, sehingga panitia zakat ini tidak memiliki tugas dan kewajiban untuk menagih zakat sebagaimana amil yang memang ditugaskan untuk memungut, mencatat dan membagikan zakat. Bahkan di masa rasulullah, Mu’adz yang diutus ke negeri Yaman diberikan kekuasaan penuh untuk memungut zakat (bila perlu secara paksa). Namun hal ini tentu tidak mungkin dijalankan oleh panitia zakat saat ini yang kedudukannya sebagai amil sangat lemah.
       Panitia zakat lebih bersifat menunggu apabila ada orang yang hendak membayarkan zakat melalui panitia daripada memungut dan mendatangi orang yang wajib berzakat. Dan secara tidak langsung, panitia zakat ini hanya bekerja pada saat pelaksanaan zakat fitrah saja, sehingga bagi sebagian orang yang hendak mengeluarkan zakat melalui panitia, maka mereka akan memperhitungkan zakat mal-nya bersamaan dengan pelaksanaan zakat fitrah. Oleh karena itu, pembayaran dan pengumpulan zakat mal (selain zakat pertanian) di Desa Sumberjaya hanya terjadi pada Hari Raya Idul Fitri saja.
       Khusus untuk zakat pertanian, petani akan membayarkan zakatnya setelah selesai memanen padinya. Akan tetapi sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa kesadaran petani untuk menunaikan zakat sangatlah rendah. Mereka berharap ada perubahan penafsiran terhadap biaya irigasi. Memang petani di Desa Sumberjaya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk irigasi, namun bagi mereka biaya pupuk, racun rumput, racun hama sama pentingnya dengan irigasi. Pertanian dewasa ini tidak akan berhasil apabila tidak disertai dengan biaya tersebut, sehingga mereka berharap ada fatwa yang menafsirkan bahwa pertanian dengan mengeluarkan biaya tersebut zakatnya cukup 5% saja. Sebagian petani yang taat dalam menjalankan syariat agama islam, akan tetap mengeluarkan zakat sebesar 10%, namun sebagian lainnya hanya akan mengeluarkan sedekah seikhlasnya (± 5%) tanpa melalui panitia zakat.
       Desa Sumberjaya juga memiliki potensi kebun kelapa. Namun belum ada satupun pemilik kebun kelapa yang mengeluarkan zakatnya. Tokoh-tokoh islam di Desa Sumberjaya tidak secara tegas menyatakan bahwa hasil dari perkebunan kelapa wajib dizakati atau tidak. Sebagian berpendapat bahwa hasil dari kebun kelapa disamakan dengan perkebunan tebu, yaitu dikenakan hukum zakat perdagangan sebesar 2,5%. Akan tetapi pendapat ini tidak lazim dilaksanakan di Desa Sumberjaya, dan tidak ada pula upaya untuk mensosialisasikannya.
       Potensi lain yang cukup besar di Desa Sumberjaya adalah usaha penangkaran burung walet. Meskipun dengan modal yang cukup besar, namun usaha ini mampu memberikan harapan penghasilan yang sangat besar. Sebuah gedung walet tiga lantai dengan biaya pembuatan gedung mencapai ± 300 – 400 juta rupiah, mampu menghasilkan sarang walet sebanyak 1 – 2 kg per bulan. Apabila diasumsikan harga sarang burung walet tiap kilogram rata-rata 10 juta rupiah, maka dalam waktu 1 tahun akan memperoleh hasil 120 – 240 juta rupiah. Andaikan hasil ini dianggap sebagai usaha perdagangan, maka zakatnya adalah 3 – 6 juta rupiah. Dengan jumlah penangkar burung walet se-Desa Sumberjaya sebanyak ± 40 orang, maka mampu menghasilkan sebanyak 120 – 240 juta rupiah per tahun. Berapa fakir miskin yang dapat terbantu dengan dana sebesar itu ?
       Sayangnya, hingga saat ini belum ada kepastian tentang hukum zakat dari penghasilan burung walet ini. Dan para penangkar burung waletpun enggan mencari kepastian hukumnya, sehingga mereka tidak perlu membayar zakatnya.
       Ada beberapa penangkar burung walet yang memiliki kepekaan sosial tinggi, dan menginfakkan sebagian penghasilannya dengan berpedoman firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 3 :
وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُونَ .......
       dan mereka menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka..... (Q.S. al-baqarah : 3)
       Di kalangan penangkar burung walet, ada anggapan bahwa apabila pemiliknya pelit / kikir, sering cekcok dalam rumah tangga, tidak rukun dengan tetangga, tidak taat dalam beragama dan sifat-sifat tercela lainnya, maka burung walet tidak akan bertahan lama di gedungnya. Oleh karena itu, meskipun tidak dianggap sebagai zakat, mereka menetapkan sendiri infak atau sedekah yang harus mereka keluarkan. Infak dan sedekah semacam ini tidak disalurkan melalui panitia zakat, dan juga tidak terbatas pada mustahiq zakat, tetapi langsung disalurkan sendiri kepada orang yang layak menerima, ataupun untuk membantu kepentingan umum, misalnya perbaikan jalan, jembatan, pembangunan masjid dan lain sebagainya.

E.   Pembagian Zakat
       Pada umumnya, pembagian zakat di Desa Sumberjaya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu kepada mustahiq yang sudah di bahas di atas. Namun ada beberapa perbedaan mendasar dalam pelaksanaan pembagian zakat dari beberapa panitia zakat yang ada.
       a.     Beberapa panitia zakat membagi zakat berdasarkan jumlah asnab yang ada. Kemudian mengidentifikasi orang-orang yang berhak menerima zakat berdasarkan asnabnya, sehingga apabila satu asnab orangnya sedikit tentu bagian zakatnya besar, dan apabila satu asnab orangnya banyak maka bagian zakatnya sedikit demikian dan seterusnya.
              Agar lebih mudah memahaminya, perhatikan contoh berikut :
              Zakat yang terkumpul sebanyak Rp. 15.000.000,- (agar lebih mudah membaginya kita anggap sebagai uang semua). Asnab yang ada adalah fakir, miskin, amil, muallaf, dan sabilillah ( 5 golongan ). Maka masing-masing golongan dianggarkan sebesar Rp. 15.000.000,- : 5 = Rp. 3.000.000,-. Dalam baladuz zakat terdapat 10 orang fakir, 15 orang miskin, 5 orang amil, 6 orang muallaf dan 4 orang guru ngaji yang dianggap sebagai sabilillah.
              Maka pembagiannya adalah :
              1.  fakir akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 10           =  Rp.      300.000,-/orang
              2.  miskin akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 15        =  Rp.     200.000,- /orang
              3.  amil akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 5             =  Rp.     600.000,- /orang

              4.  muallaf akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 6        =  Rp.     500.000,- /orang
              5.  sabilillah akan menerima @ Rp. 3.000.000,- : 4      =  Rp.     750.000,- /orang
              Adilkah sistem pembagian zakat ini?
       b.    Beberapa panitia zakat yang lain membagi zakat berdasarkan jumlah orang yang berhak menerima zakat, tanpa harus memperhitungkan asnab atau golongan. Pembagian sistem ini lebih mengutamakan pemerataan.
              Dalam ilustrasi di atas, jumlah orang yang akan menerima zakat adalah 40 orang, sehingga masing-masing orang akan menerima zakat sebanyak
Rp. 15.000.000,- : 40 =  Rp. 375.000,-/orang dari golongan apapun.
              Pertanyaan yang sama, adilkah sistem pembagian zakat ini ?
       c.     Pembagian zakat dengan cara menyisihkan sebagian zakat yang terkumpul untuk memberikan pinjaman modal usaha kepada beberapa fakir/miskin, dan pada tahun berikutnya modal tersebut harus dikembalikan untuk kemudian dipinjamkan kepada fakir/miskin yang lain. Dengan kebijakan ini diharapkan akan mampu mengurangi jumlah fakir / miskin di baladuz zakat. Pembagian sistem ini hanya terjadi satu kali, yaitu pada tahun 2010 lalu yang dilakukan oleh Panitia Zakat Masjid Darut Taqwa. Untuk tahun 2011 sistem tersebut tidak dilaksanakan lagi dengan pertimbangan :
              -    Tidak ditemukan dalil yang secara nyata memperbolehkan pembagian zakat dengan sistem ini.
              -    Pemberian pinjaman kepada fakir/miskin ternyata tidak mampu mengangkat kefakirannya, tetapi justru memberikan beban baru yaitu beban pengembalian pinjaman.
              -    Satu tahun berjalan, modal yang dipinjamkan ternyata belum mampu dikembalikan  oleh peminjam.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
       Zakat adalah salah satu rukun islam. Namun demikian, pemahaman dan kesadaran menunaikan zakat (terutama zakat mal) di Desa Sumberjaya masih sangat rendah. Zakat yang diharapkan mampu meningkatkan kepekaan sosial untuk menolong sesama muslim yang lemah, belum dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
       Panitia zakat yang terbentuk sebagai suatu kebutuhan dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, tidak mempunyai kekuatan dan otoritas yang besar. Panitia zakat tidak dapat bersikap progresif. Tidak ada sanksi maupun teguran kepada muzakki yang tidak taat menunaikan zakat. Akibatnya banyak potensi zakat yang seharusnya menjadi hak mustahiq zakat, tetapi tidak ditunaikan oleh pemiliknya.
       Panitia zakat bukanlah lembaga formal yang dibentuk oleh pemerintah ataupun organisasi formal lainnya, sehingga panitia zakat seperti ini tidak memiliki tanggung jawab struktural kepada pemerintah ataupun organisasi formal. Dan panitia ini juga tidak menerima pembekalan yang cukup secara struktural. Pemerintah maupun lembaga formal lainnya tidak melakukan pengawasan secara intensip terhadap pengumulan dan pembagian zakat oleh panitia seperti ini, sehingga apabila terjadi kesalahan dalam menafsirkan aturan tentang zakat maka akan sulit dilakukan perbaikan.
      
B.   Saran
       1.     Panitia zakat sebaiknya dilegalkan dengan pengangkatan oleh pemerintah. Legalitas akan memberikan kekuatan kepada panitia zakat untuk melakukan upaya maksimal dalam pemberdayaan zakat mal sebagai hak kaum duafa.
       2.     Menunaikan zakat adalah kewajiban orang kaya, sedangkan berdakwah adalah kewajiban orang alim (berilmu). Akan menjadi tidak efektif ketika seorang alim mendakwahkan tentang zakat kepada orang kaya, sementara dia sendiri tergolong sebagai mustahiq zakat (miskin). Untuk menghindari kenyataan tersebut, diperlukan campur tangan pemerintah dalam mensosialisasikan zakat.
       3.     Adanya pembekalan dan pengawasan terhadap panitia zakat yang ditunjuk oleh pemerintah, maupun panitia zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Pembekalan yang cukup dan pengawasan yang baik akan mampu meningkatkan kinerja panitia zakat dan efektifitas pelaksanaan zakat.
Demikian, semoga karya tulis ini bermanfaat dalam rangka mengoptimalkan pemberdayaan zakat mal, yang pada akhirnya akan mampu memberikan hak-hak fakir miskin dan kaum duafa. Kemiskinan adalah ketetapan Allah, kita sebagai manusia tidak mungkin menghapuskan kemiskinan dari lingkungan sekitar kita. Akan tetapi kita yang memiliki kemampuan ilmu, harta maupun kekuasaan harus mampu membangkitkan kepekaan sosial dalam upaya membantu saudara-saudara kita yang terjebak dalam kemiskinan.
Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA
1.    Ahkamul Fuqaha – Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926 – 1999 M), 2005, LTN NU Jawa Timur, Diantama Surabaya.
2.    Ibnu Rusyd, 2002, Bidayatul Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani.
3.    Sulaiman Rasyid, H, 1987, Fiqh Islam, Sinar Baru, Bandung